Marak Klaim Kepemilikan Lahan di Pesisir-Laut, Praktisi Hukum Minta BPN Pastikan Adanya Verifikasi

  • Whatsapp

PELAKITA.ID – Pemagaran ruang pesisir-laut di sejumlah titik di Nusantara seperti di Bekasi, Tangerang yang menyita perhatian publik nasional menjadi isu besar yang merembes ke sejumlah titik.

Salah satunya di Makassar. Kota yang disebut hub bagi Indonesia bagian Timur yang masif melakukan reklamasi itu satu per satu mulai dikuak, seperti di kawasan sekitar Tanjung Bunga dan Center Point of Indonesia.

Berita tentang reklamasi di pesisir Makassar, klaim area oleh sejumlah pihak atas kepemilikan, hingga potensi konflik kepenitngan antara pengusaha dan penguasa daerah juga mencuat dana memunculkan spekulasi hukum dan kepastian investasi.

Bagi praktisi hukum Syahrir Cakkari,  maraknya kasus pemagaran laut perlu dihadapi dengan pembuktian.

“Pembuktian adanya tindak pidana pada penerbitan SHGB di atas perairan atau laut itu sangat mudah,” kata Syahrir.

”Cukup ditelusuri dokumen pendukung atau berkas permohonan SHGB itu di kantor BPN bersangkutan, tiap sertipikat itu memiliki warkah yang tersimpan di kantor BPN yang terbitkan sertipikat,” ujarnya kepada Pelakita.ID, Minggu,  26/1/2025.

”Dokumen yang bisa dipastikan mengandung tindak pidana adalah pada keterangan sporadik, keterangan ini memuat materi yang menerangkan bahwa yang bersangkutan menguasai dan mengelola tanah – bukan air – yang dimohonkan sertipikat,” jelasnya.

”Surat keterangan sporadik ini di tandatangani oleh pemohon, lurah atau kades dan camat. Jika surat keterangan sporadik ini diproses maka akan terlibat pemohon, lurah dan camat sebagai pembuat dan pengguna surat yang berisi keterangan palsu,” ucapnya.

“Yang kedua, BPN yang menerbitkan sertipikat itu wajib melakukan verifikasi faktual, yaitu memastikan bahwa yang dimohonkan sertipikat adalah tanah – bukan air –  dan memastikan bahwa tanah itu betul dikuasai dan dikelola oleh pihak yang mohon sertipikat,” imbuhnya.

Menurut Syahrir, apabila verifikasi faktual menemukan fakta yang berbeda dengan data yuridis yang diajukan pemohon maka BPN wajib menolak permohonan penerbitan sertipikat itu.

“Tapi jika BPN mengabaikan semua hasil verifikasi faktualnya maka BPN jelas menyalahgunakan wewenang yang diberikan oleh UU,” kata dia.

“BPN harus di minta pertanggungjawaban hukum karena itu,” tegas Syahrir.

Poin ketiga yang disampaikan Syahri adalah sungguh naas apabilan sertipikat yang bermasalah itu dijadikan jaminan oleh yang bersangkutan untuk mengambil kredit pada perbankan.

“Sama dengan menjarah bank dan bank tidak mungkin bisa melakukan pelelangan atas obyek jaminan yang masih berupa perairan,” pungkas Syahrir.

 

Redaksi

Related posts