PELAKITA.ID – INI bukan judul lagu. “Midnight in Chelsea” yang dipopulerkan Jon Bon Jovi. Atau “Midnight in Hollywood”-nya Tender Misfit yang masuk lagu populer di Spotify minggu ini. Tapi judul story tak sengaja saya alami.
Ceritanya begini.
Lewat tengah malam, Selasa (14/1/2025), saya tiba di kota Makassar. Sulawesi Selatan.
Kabut masih enggan beranjak. Daun-daun dan pucuk pohon masih basah. Aroma tanah menyengat, membangkitkan gairah.
Ada sesuatu yang dirindukan. Seperti kabut, yang rindu hangatnya matahari pagi.
Seperti kota metropolitan Jakarta, Bandung atau Surabaya, denyut kota Makassar tak pernah mati. Roda kehidupan terus berputar.
Ruas jalan-jalan utama masih ramai lalu lalang kendaraan.
Saya memutuskan mencari tempat ngopi yang masih buka. Jarum jam menunjukkan pukul 02.30 waktu setempat.
Rupanya tak mudah. Beberapa tempat yang saya sambangi dan lalui sudah tutup.
Ada yang buka, tapi karyawannya lagi beres beres dan menaikkan kursi ke atas meja.
Itu pertanda tak terima tamu pengunjung lagi: closed!
Memang tak banyak kedai kopi atau café yang buka 24 jam di kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Tiba-tiba saya teringat pesan whatsapp yang pernah dikirimkan seorang kawan. Ternyata benar.
Café yang dimaksud masih buka. Lokasinya di belakang deretan ruko-ruko kawasan niaga boulevard Panakkukang. Persisnya di pojok. Namanya: Hometown Kopizone!
Di beberapa sudut terlihat beberapa anak muda masih betah menyeruput kopi sembari ngobrol.
Di meja lain, masih asik dengan laptopnya.
“Tadi ramai. Sudah banyak yang pulang,” ujar Kamal menyambut ramah dan mengarahkan ke meja kosong di pojok dekat kasir. Raut wajahnya tak menunjukkan rasa kantuk.
“Saya masuk shift tiga pak nanti jam delapan pagi baru pulang,” lanjutnya.
Salah satu ciri kota yang terus menggeliat ditandai aktivitas tempat tongkrongan-nya yang terus berjalan.
Kedai kopi dan café pun tumbuh subur di kota ini. Tersebar dan mudah kita menjumpai tempat seruput kopi.
Desain interior yang unik dan condong pada nuansa industrial menjadi ciri khas hometown kopizone. Juga memadukan ruang indoor dan outdoor-nya tanpa sekat.
Konsep ini identik dengan material beton yang dibiarkan terekspos, dan nuansa pabrik. Dibalut rangkaian pipa hitam kecil menghiasi dinding dan plafon.
Pada bagian lantai dilapisi dibiarkan menjadi lantai semen.
Untuk kesan yang lebih hangat agar para tamu makin nyaman dan betah, dinding asli tanpa plester dipadukan dengan grafiti yang menarik.
Konsep cafe industrial juga ada di luar ruangan. Rangkaian meja bisa menjadi tempat nongkrong yang asyik bersama teman-teman.
Uniknya, ini terlihat asri berkat tanaman hijau.
Tanaman itu tidak menggunakan pot, langsung ditanam pada tanah yang menyatu dengan dinding semen.Tanahnya berisi batu alam kecil yang menyenangkan. Keren!
Selain itu, tersedia area VIP untuk kebutuhan meeting, pertemuan private dan area tanpa asap rokok.
Saya mencoba mengontak pengelola kopizone, Awaluddin Lasena.
“Maaf saya lagi di Balikpapan. Beberapa hari lalu kami baru buka cabang kopizone di sini,biar lebih dekat IKN Nusantara,” katanya mengabari.
Menurut Awal, begitu ia biasa dipanggil, untuk membuat pengunjung merasa betah, dihadirkan hiburan live musik akustik.
Di malam Rabu, Jumat dan Sabtu. Pengunjung bisa request atau ‘ngamen” (ngasah mental) di mini stage yang berada di sudut bagian timur.
Awal merintis Kopizone cukup panjang melintasi zaman.
Sarjana Fisika FMIPA Unhas ini menyenangi dunia perkopian dari mahasiswa di era tahun 1987-an. Ketika itu ia jadi Ketua Korps Pecinta Alam (Korpala) Unhas. Sebagai anak pendaki gunung ia pun kian akrab dengan kopi.
Tamat dari Unhas Awal bekerja di beberapa perusahaan. Marketing asuransi, otomotif, dan lainnya.
Di sela-sela pekerjaannya menggaet costumer, ia kerap transit di warung kopi. Ketemu teman-teman masa sekolahnya di SMA 1 Makassar.
Dari obrolan ringan mereka, lalu tercetus ide membuat usaha warung kopi yang saat itu masih belum seramai sekarang.
Mulanya Awal dkk merintis usaha kedai kopi sederhana yang “nebeng” di sebuah gedung bangunan eks factory outlet (FO) Golagong di bilangan boulevard Panakkukang. Ia menggandeng personil eks warkop legendaris dari kawasan Tinumbu, utara Makassar.
Dari sinilah pertama kali lahir nama warkop daeng sija. Diambil dari nama tukang racik kopinya sendiri.
Berselang waktu, Awal dkk merintis brand usaha warung kopi dengan konsep yang berbeda dengan sebelumnya.
Pada tahun 2004, pertama kali lahir nama Kopizone. Lokasinya ruko tak jauh dari warkop yang pertamakali dirintisnya itu. Bahkan sempat ekspansi dengan menambah outlet “kopizone corner” di kompleks kuliner RRI jalan Riburane.
Setelah kurang lebih dua puluh tahun mengalami pasang surut dan pergantian pengelolaan, pada 2023 Kopizone mengalami transformasi yang fundamental.
“Kopizone reborn,” kata Awal.
Menurut dia, Kopizone kali ini hadir dengan konsep yang lebih modern dan kekinian namun tetap mempertahankan cita rasa kopi yang legendaris.
Salahsatu ciri menu sebelumnya adalah kopi cerek. Kopi ini adalah kopi khas Makassar yang disajikan dengan cara memasak kopi robusta menggunakan cerek kuningan dan diseduh menggunakan saringan langsung kedalam gelas.
Konsep baru Kopizone, kata Awal, pengunjung bisa menikmati cita rasa kopi robusta legend-nya, hometown-white (kopi susu) dan hometown-black (kopi hitam) sembari mencicipi ubi dan pisang goreng.
Selain itu, ada juga kopsus d’73, cappuccino, espresso, shakerato, picolo, cold white, butterscouch, lotus biscoff, vietnam drip, V60 dan berbagai kopi arabika single origin.
Untuk yang suka minuman ringan, Kopizone juga menyediakan variasi teh dan aneka minuman sparkling dan smoothies.
Selain minuman juga sudah tersedia aneka menu makanan berat seperti nasi goreng Thailand, nasi goreng Jakarta dan mie Hokkian, mie kuah serta mie goreng.
Di Makassar boleh dibilang budaya ngopi di warung sangat dalam. Ngobrol apa saja di situ. Terutama soal politik yang mereka ketahui dari koran.
Kopizone hadir jadi alternatif pilihan tongkrongan seiring pesatnya perkembangn kota Makassar.
Di tempat ini bisa kongkow bersama kawan-kawan yang tak pusing dengan riuh politik, timbul tenggelam dan terang redupnya kekuasaan.
Termasuk bisa menikmati sensasi “Midnight in Kopizone”.
—-
Penulis Rusman Madjulekka
Editor: Denun