Menuju Tenas IV Smansa: Nginap di Malyabhara, Santap Sore di Lesehan Perjuangan (Bagian 3)

  • Whatsapp
Pemandangan di dalam bandara Kulon Progra (dok: Pelakita.ID)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Perjalanan dari Kota Daeng ke Yogyakarta ditempuh dengan pesawat Lion Air tujuan Bandara Kulon Progo. Tak lagi langsung ke pusat kota, hanya Batik Air yang langsung ke Adi Sucipto, (Rabu, 28/8/2024)

Itu informasi yang kami dengar sebelum pesawat tiba.

Lantaran tak booking tiket kereta, kami harus carter mobil dari bandara.

Oh iya, penerbangan dari Makassar ke Kulon Progo 1 jam 40 menit. Cuaca bersahabat sehingga saya, Agus dan Bang Ronggur bisa sesekali berbagi cerita.

Agus yang saya maksud adalah Agus Budiawan, Smansa 90 sementara Ronggur atau lengkapnya Muhammad Ronggur angkatan 86, duduk sebaris, saya terpisah.

Ketua Panitia Pelaksana Tenas Smansa Makassar, Phala Munafra Hafid, Indriana Parenrengi – keduanya Smansa 88 dan Hasbullah Bo Smansa 89 nampaknya sederet kursi.

Saya dekat Bang Puguh, Smansa 88.

Roda pesawat menjejak tanah Kulon Progo sekitar pukul pukul 3 sore waktu DIY.

Tiba di Kulon Progo setelah 1,4 jam perjalanan dari Makassar (dok: Pelakita.ID)
Indirana Parenrengi sedang menikmati keindahan interior Yogyakarta Internayional Airport (dok: Pelakita.ID)

Tak terlalu jauh berjalan setelah turun dari pesawat hingga ke pintu minibus yang membawa kami. Interior bandara, ornamen dan model bangunan membuat kami berdecak kagum.

Ada nuansa klasik dan juga pigura-pigura khas Jawa lekat di desain bandara ini. “Bandara serasa benteng,” kata Puguh saat melewati gerbang exit.

Meski denikian, terendus juga nuansa futuristik dengan gondola, plafon dan kerangka bangunan yang kokoh.

Banyak orang bilang Bandara Kulon Progo di Kabupaten Kulon Progo adalah salah satu bandara keren setelah Soeta dan Sepinggan Balikpapan.

Dua mobil siap menghantar. Saya semobil Phala dan Ina Parenrengi. Bo, Puguh, Agus dan Bang Ronggur.

Butuh waktu sejam tiga puluh menit lebih untuk sampai di  Kota Yogyakarta.

Kata sopir yang membawa kami, ada sejumlah cara ke Bandara Yogya International Air Port yang bisa dipilih: kereta bandara, DAMRI, taksi, shuttle khusus, dan angkutan sewa. Yang terakhir yang kami pilih. Tiket bandara dari kota Yogya dibanderol 20 ribu.

Keluar dari bandara ada perasaan lempang. Tak ada sopit yang wara wiri cari penumpang, tak ada yang merangsek. Adem.

Perjalanan selepas kompleks bandara pun amat lancar, nampak punggung gunung dan lanskap indah persawahan dan tepi langit.

Disambut tarian di Pusat Lesehan (dok: Pelakita.ID)
Menu seharga 30 ribu (dok: Pelakita.ID)
Menu seharga 60 ribu (dok: Pelakita.ID)

”Kita harus tiba cepat, ada janji bertemu event organizer malamnya,” kata Phala.

Sekira pukul 5 sore kami tiba di hotel. Lantaran kamar belum beres, kami semua melipir ke alun-alun. ”Kita cari makan di sana,” imbuh Phala.

Pendek cerita kami tiba di Lesehan Perjuangan Hidup, jaraknya sekitar 300 meter dari Hotel Malyabhara yang kami rencana check in.  Ada juga lesehan Citra Rasa. Masih banyak lagi.

Ada banyak tempat lesehan seperti ini.

Selamat datang di Yogyakarta (dok: Istimewa)

Jika rekan lain memilih ayam goreng, tempe bacem, gudeg, saya pilih ikan gurami. Sempat kaget karena harganya 60 ribu plus.

“Mesih mending, kalau di Makassar dengan ukuran seperti ini bisa sampai 100 ribu,” kata salah seorang dari kami.

“Atau bisa jadi ikan di sini langka,” kata Mas Puguh.

Kami menikmati santapan sore itu dengan lahap. Jika tak salah hitung, harga untuk 7 orang dengan menu beragam itu sekitar 300 ribu termasuk minuman.

Setelah makan bersama, kami bergeser ke hotel. Sebagian salat di masjid mungil dekat tempat lesehan tadi, sebagian lainnya di hotel.

Sebelum benar-benar balik ke hotel. Bang Ronggur sempat menanyakan ke gadis-gadis yang sedang latihan menari – atau sedang menghibur pengunjung. Kali aja bisa diajak jadi penari di acara Tenas IV nanti.

“Istirahat-mi dulu, besok pagi kita jajal Malioboro, sepagi mungkin,”  kata Muhammad Ronggur.

 

Penulis Denun

 

 

 

 

Related posts