Praktisi Hukum Syahrir Cakkari: Keputusan MK Langkah Maju Demokrasi, Upaya DPR Bertentangan Konstitusi

  • Whatsapp
Syahri Cakkari (dok: Istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Keputusan Mahkamah Konsitusi menyenai ketentuan penyelenggaraan Pemilukada dan reaksi DPR RI yang disebut mencoba mengganjalnya mendapat respon beragam.

Pantauan Pelakita.ID sebagian besar aktivis dan organisasi masyarakat sipil memberi apresiasi, salah satunya pengacara Dr Syahrir Cakkari SH MH.

selaku Ketua DPC Peradi Makassar.

Menurut Syahrir, dengan terbitnya Keputusan MK No. 60/PUU-XXII/2024n yang bacakan pada tanggal 20 Agustus 2024 maka semua pihak perlu mengapresiasi.

“Penting kita apresdiasi sebagai bentuk langkah besar dari MK untuk kehidupan demokrasi kita dalam pemilihan kepada daerah mulai dari gubernur, wakil gubernur, wali kota, wakil wali kota, bupati dan wakil bupati pada seluruh proses Pemilukada kita,,”kata Ketua DPC Peradi Makassar ini, Rabu, 21/8/2024.

Putusan itu sudah dibacakan pada hari Selasa tanggal 20 Agustus 2024. “Pada prinsiipnya mengubah muatan pasal 10/2026 mengenai proses syarat persentase partai politik terhadap penghapusan pasangan calon di Pemilukada.

“Putusan ini diambl sudah desuai dengan azas bahwa itu bersifat final dan binding,” tegasnya.

“Final, tidak memiliki upaya hukum lagi, pertama dan terakhir serta memiliki kekuatan tetap. Binding, artinya kekuatan hukum tetap dan mengikat sejak dibacakan,” jelasnya.

Dia juga menyebut ketentuan itu dibacakan tanpa menyebut waktu tertentu. Dengan demikian akan berlaku sejak dibacakan pada 20 Agustus 2024 itu.

Bagi Syahrir, putusan itu secara konstitusional memberikan legitimasi hukum ke publik.

”Bahwa ketentuan pada pasal 40/2016 bertentangan dengan konstitusional dan UUD dasar kita. Ketentuan pasal ini tidak dapat digunakan lagi,” tambahnya.

Lantaran itu, kata Syahrir, KPU sebagai penyelenggara Pemilukada harus merujuk ke ketentuan Mahkamah Konstuitusi itu.

Upaya DPR RI

Terkait apa yang dilakukan oleh DPR RI merespon ketentuan dari MK itu, Syahair menyebut sebagai proses politik DPR dan Pemerintah untuk mengembalikan Pasal 40/2016.

”Tidak dapat dilakukan lagi karena PUU telah otomatis menyatakan bahwa Pasal 40 dimaksud bertentangan dengan konstitusional UUD, tidak dapat digunakan lagi karena bertentangan dengan konstitusi kita,” sebutnya.

Redaksi

Related posts