Sudah banyak kawasan konservasi di Indonesia tapi kita menyaksikan masih banyak persoalan di dalamnya, praktik perikanan merusak masih berlangsung, koordinasi antar pihak lemah termasuk dukungan sumber daya, bisa anggaran dan penmabahan personil yang selama ini terbatas.
Andi Januar Jaury Dharwis, penyelam dan anggota DPRD Sulsel, Fraksi Demokrat.
PELAKITA.ID – Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang menggelar dialog publik tentang Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya di Hotel Claro Makassar, Senin, 28/11/2022.
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, KKP.
Ada beberapa lokasi yang menjadi domain tugasnya sebagai satuan kerja yaitu TWP Sawu, Gili Matra, Kapoposang, Banda Laut, Padaido, Suaka Alam Perairan SAP Aru Bagian Tenggara, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah Barat.
Ilham Mahmuda, anggota Kelompok Kerja (Pokja) reviu rencana pengelolaan kawasan konservasi nasional TWP Kapoposang memaparkan sejarah, proses dan cakupan penentuan kawasan konservasi Kepulauan Kapoposang dan sekitanya ini.
Ilham adalah Koordinator Wilayah Kerja TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya.
Dia punya pengalaman panjang di gugus kepulauan eksotik tersisa dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Pangkep ini. Ilham telah hadir di pulau itu sejak 2009 sebagai tenaga kontrak hingga menjadi ASN defenitif per 2014.
Kawasan Konservasi Kepulauan Kapoposang dan sekitarnya
Bagi anda yang sudah pernah ke pulau Kapoporang, seseungguhnya sudah ada patok di sana sejak tahun 1996 yang menyebut bahwa kawasan ini masuk wilayah kerja Departemen Kehutanan saat itu.
Kapoposang dikelola sesuai SK Menhut No.588/Kpts-VI/1996 yang menetapkannya sebagai Taman Wisata Alam.
Setelah itu keluar Berita Acara nomor: BA.01/Menhut-IV/2009-BA 108/MEN.KP/III/2009 tanggal 4 Maret yanag menyatakan proses serah terima pengelolaan kawasan oleh Departemen Kehutanan Kepada Departemen Kelautan dan Perikanan.
“Lalu ada Kepmen KP nomor 6/MEN/2009 tentang Penetapan KKPN Kepulauan Kapoposang dan Laut di Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan,” ungkap Ilham.
Kemudian Kepmen Kelautan dan Perikanan 59/Kepmen-KP/2014 yang menegaskan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TWP Kapoposang dan Laut di Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014-2034.
“Tahun ini lahir Kepmen KP nomor Kep. 35/Men/2022 tentang penetapan Kawasan Konservasi Kepualauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan,” ujar Ilham.
Lalu apa saja yang telah dilakukan terkait harapan mulia Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kepemimpinan Menteri Sakti Wahyu Trenggono untuk membuat kawasan Kepulauan Kapoposang sebagai kawasan konservasi?
Menurut Ilham Mahmud, terkait itu telah digelar serangkaian kegiatan.
“Yang pertama terlaksana Rapat Pokja pada tanggal 6 September 2022. Lalu konsultasi publik tingkat desa I pada 20 Oktober 2022 yang dilanjjutkan dengan konsultasi publik tingkat desa II pada 7 November 2022, dan hari ini konsultasi publik tingkat kabupaten dan provinsi pada 24 November 2022,” papar Ilham.
SK Pokja diteken oleh Kepala BKKPN, Imam Fauzi,.
Target konservasi
Menurut Ilham, ada beberapa target berkaitan penetapan kawasan ini sebagai kawasan konservasi.
“Pertama, konservasi dalam penentuan zona inti, ekosistem atau biota laut harus didasari dengan data yang cukup lengkap untuk dijadikan sebagai target konservasi, yaitu memiliki data dalam bentuk geospasial, memiliki data series tahunan dan menggambarkan habitat target konservasi, spawning, nursury, feeding ground,” paparnya.
Lalu ekosistem atau biota laut lainnya yang tidak memiliki data cukup lengkap, tidak dijadikan dasar penentuan zonasi, namun tetap dikelola dan dicantumkan dalam rencana Pengelolaan TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut Sekitarnya: mangrove, mamalia laut, penyu dan bambu Laut
Luas ekosistem
KKP merilis, perluasan kawasan konservasi di semester 1 tahun 2022 sudah mencapai 73 persen dari target yang ditetapkan, yakni seluas 1,46 juta hektare dari 2 juta hektare. Secara nasional luas kawasan konservasi saat ini adalah 28,4 juta hektare yang dikelola oleh KLHK, KKP, dan pemerintah daerah.
Lalu, berapa kapasitas ekosistem di Kepulauan Kapoposang? “Terumbu karang memiliki luas sekitar 1.359, 47 hektare lalu terdapat 224 jenis karang keras, teradapat 22 stasiun pengamatan ( 9 stasiun baru di 2020) serta terdapat 224 jenis karang keras, Sclerectinia,” ucap Ilham.
Disebutkan, lamun, luasnya sekitar 328,38 ha, ini diamati pada 13 stasiun pengamatan dan terdapat 6 jenis spesies yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Syringodium isotifolium, Halophila ovalis, dan Halodule pinifolia)
Yang juga istimewa menurut Ilham adalah potensi ikan kerapu.
“Kondisi target konservasi ikan karang (kerapu): yaitu spesies Plectropomus leopardus, serta ikan ekonomis penting bagi masyarakat dan diasosiasikan dengan keberadaan terumbu karang,” ujar Ilham.
Tak hanya itu, lanjut Ilham, Kepulauan Kapopsang juga punya potensi kima atau kerang raksasa.
“Kondisi target konservasi kima adalah perlindungan yang selama ini jadi tangkapan alternatif sekadar konsumsi pribadi atau menu istimewa di acara-acara besar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” ucapnya.
“Seperti Tridacna squamosa, Tridacna gigas, Hipopus hipopus termasuk kategori biota ETP (Endanggered, Threatned, dan Protected). Ini diasosiasikan dengan keberadaan terumbu karang,” terang sosok yang juga alumi Ilmu Kelautan Unhas angkatan 2003 ini.
Luas zona dan sub zona
Lalu berapa sesungguhnya luas zonasi kawasan konservasi ini?
Menurut Ilham ini meliputi luas total zonasi sebesar kurang lebih 49.923, 55 ha dan sesuai ketetapan Kepmen KP No. 35 tahun 2022 tentang kawasan konservasi kepulauan Kapoposang dan laut sekitarnya di Sulawesi Selatan
Luasan itu menurut Ilham meliputi Zona Initi seluuas 911,23 Ha dan terdapat persebaran 8 areal zona inti serta sudah memenuhi kategori minimal 10 persen dari luasan target ekosistem (19,75 persen).
“Lalu Zona pemanfaatan seluas 49.012,32 ha, zona lain diluar zona inti (take zone) dan akan dikategorikan subzona pariwisata, perikanan budidaya, dan perikanan tangkap,” tambahnya.
Dia juga menyebut tak semata konservasi tetapi ada yang disebut zona pemanfaatan terbatas dan sejalan dengan fungsi sosial, ekonomi dan budaya bagi masyarakat sekitar kawasan konservasi. “Terbagi menjadi tiga subzona: Subzona perikanan tangkap; Subzona pariwisata dan Subzona budidaya,” terangnya.
“Sub zona-sub zona akan diatur lebih lanjut pada Rencana Pengelolaan dan luas zona pemanfaatan terbatas pada zonasi 49.012,32 ha,” ucapnya.
Dia juga menjelaskan dimensi sub zona pariwisata yang meliputi peruntukan aktivitas pariwisata bahari minat khusus seperti diving dan snorkeling. Mencakup titik penyelaman yang terdata oleh pengelola.
Luas sub zona pariwisata ini secara keseluruhan yakni 2.542,46 hektare yang tersebar dalam 6 areal.
Untuk sub zona perikanan tangkap diperbolehkan untuk nelayan-nelayan kecil , menggunakan armada penangkapan ikan <10 GT, sepuluh groston, menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. “Luas keseluruhan yakni 46.380,62 ha,” ucap Ilham.
“Untuk budidaya, diperbolehkan untuk nelayan pembudidaya kecil, menggunakan teknik budidaya yang ramah lingkungan. Luas keseluruhan yakni 107,54 hektare,” tambahnya.
Beberapa info lainnyaa terkait subzona, subzona Pariwisata 1, sekitar Pulau Kapoposang, luasnya 1.690, 51 ha , sekitar Pulau Gondongbal, luas 130,04 hektar , sekitar Pulau Pamanggangang seluas 365,80 hektare.
Untuk subzona Pariwisata 4, sekitar Pulau Pamanggangang lluas = 365,80 Ha, selatan Pulau Tambakhulu seluas 67,98 hektare, timur pulau Tambakhulu seluas 73,08 hektare, subzona Budidaya 2 di Barat Daya
Pulau Kapoposang seluas 10,16 ha, budidaya di sekitar Pulau Gondongbali seluas luas 15,45 hektare.
Lalu subzona Budidaya 4 di sekitar Pulau Pamanggangang seluas 20,39 Ha . Subzona Perikanan Tangka. D iluar zona inti, subzona budidaya, dan subzona pariwisata seluas 46.380,62 ha.
Visi misi
Akan ke mana pengelolaan Kepulauan Kapoposang dan sekitarntya ini?
“Sesuai dengan visinya, yaitu mewujudkan masyarakat sejahtera dan lingkungan laut lestari melalui pengelolaan kolaboratif twp kepulauan kapoposang dan laut di sekitarnya ,” jawab Ilham
Dia juga menyerbutkan beberapa misi, yaitu, mendorong peningkatan kesejahteraan dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan konservasi nasional yang berkelanjutan di kawasan TWP Kepulauan Kapoposang dan laut di sekitarnya.
“Lalu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan pengelolaan TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut di Sekitarnya, meningkatkan pelestarian dan perlindungan sumber daya pesisir dan laut di kawasan TWP Kepulauan Kapoposang dan Laut di Sekitarnya. Dan pengembangan sarana dan prasarana pengelolaan TWP Kepulauan Kapoposang dan laut di sekitarnya secara mamadai,” terangnya.
“Ada harapan milestone selama 20 tahun 2022-2042 di kawasan konservasi kepulauan Kapoposang dan laut sekitarnya. Pertama, sistem kelembagaan UPT yang kuat, kelembagaan, tata kelola, SDM, sarpras, pelayanan publik,” ucapnya.
“Kedua, peningkatan kualitas target Konservasi dan target pengelolaan. Ketiga, terwujudnya pemanfaatan Kawasan yang berkelanjutan, keempat, terwujudnya pengelolaan kolaboratif. Kelima, terwujudnya jejaring pengelolaan kawasan dan keenam, tersedianya mekanisme pembiayaan berkelanjutan,” jelasnya.
“Yang terakhir adalah kegiatan apa saja yang dianjurkan di dalam pengelolaan Kawasan Konservasi Kepulauan Kapoposang dan laut sekitarnya. Di antaranya, pelayanan aktivitas pemanfaatan kawasan , survei kondisi habitat dan ekosistem , survei jenis ikan atau larva dan biota laut dilindungi.
“Survei sosial ekonomi ,pendataan morfometrik dan ikan. Monitoring aktivitas pemanfaatan dan kesesuaian zonasi kawasan konservasi, sosialisasi aturan dan pemanfaatan kawasan konservasi,” tuturnya.
“Bukan hanya itu, kawasan ini juga bertanggung jawab untuk mendorong penguatan masyarakat untuk kegiatan pemulihan ekosistem dan rehabilitasi ekosistem kawasan konservasi perairan nasional.,” pungkas Ilham.
Tanggapan publik
Anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Fraksi Demokrat, Andi Janur Jaury Dharwis yang aktif menyelam di sekitar gugus Kepulauan Kapoposang sejak tahun 90-an memberi tanggapan.
Dia berharap pembentukan kawasan konservasi Kepulauan Kapoposang dan sekitarnya ini harus dibarengi dengan komitmen penganggaran dan perngelolaan terpadu.
“Sudah banyak kawasan konservasi di Indonesia tapi kita menyaksikan masih banyak persoalan di dalamnya, praktik perikanan merusak masih berlangsung, koordinasi antar pihak lemah termasuk dukungan sumberdaya, bisa anggaran dan penambahan personil yang selama ini terbatas,” ujar penemu spot selam Jaanur Point di perairan Pulau Kapoposang ini.
“Saya kira kita harus dorong pengelolaan yang kolaboratif di daerah, tapi kita juga ingin Pemerintah Pusat serius dan tidak sekadar memperbanyak luas kawasan koonservasi tapi menutup mata dalam pengalokasian anggaran,” sebutnya.
Koordinator nasional DFW Indonesia, Moh Abdi ikut memberi tanggapan. Menurutnya, rencana pengelolaan yang dirumuskan mesti dapat menjawab dan mengantisipasi masalah lingkungan, sosial dan ekonomi sekaligus.
“Artinya rencana konservasi jangan semata-mata melindungi eksosistem laut tapi dapat mengakomodir aktivitas manusia atau masyarakat yang tinggal di dalam kawasan Kapoposang,” ujarnya.
“Formula pengelolaan jangan didominasi pemerintah atau top down semata, tapi juga melibatkan input dan partisipasi masyarakat lokal, nelayan dan perempuan setempat. Sebab mereka pengguna terdekat dan pasti punya kearifan untuk menggunakan sumberdaya,” sarannya.
Sementara itu, Kepala Bidang Konservasi dan Keanekaragaman Hayat Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia ISKINDO, Cahyadi Rasyid menyatakan kalau rencana pengelolaan seharusnya sudah lebih operasional dari Renstra, lokusnya pun sudah tingkat zona.
“Harapan saya, dialog publik tersebut makin memperkaya dokumen penyusunan yang akan dibuat,” ucapnya.
“Selain strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perlu rencana aksi yang rinci pada zona-zona yang ada. Apalagi kawasan konservasi perairan, yang di dalamnya juga ada masyarakat yang secara tradisional sudah menggunakan area-area yang ada sebagai lahan budidaya atau zona tangkapan,” harapnya.
Selain itu, Cahyadi: juga mengharapkan pasca UU Cipta Kerja, ada kewajiban KKPRL untuk kegiatan budidaya.
“Bagaimana dengan pembudidaya kecil, siapkah Balai Konservasi melakukan fasilitasi kepada semua pembudidaya, bagaimana pola pembinaan pembudidaya di kawasan konservasi, oleh siapa, ada Dinas KP provinsi dan ada kabupaten,” ucapnya.
Dia sebut KKPRL itu sudah ada aturannya. “Tnggal implementasinya di lapangan, kalau pembudidaya risiko kecil akan difasilitasi oleh KKP, kalau pembudidaya risiko meengah dan tinggi ada aturannya lagi,” tuturnya.
KKPRL adalah Ksesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut, kalau kegiatan di laut yang sifatnya meneta dan telah ada Permennya tahun 2021.
Salahuddin Alam yang membawa LSM untuk pertama kalinya masuk ke Kapoposang dalam tahun 1995 untuk pemberdayaan masyarakat setempat melalui LSM Yayasan Samudera Indonesia memberi masukan supaya ke depan, aspek kearifan sosial menjadi pertimbangan utama dalam pengelolaan.
“Semula ada tata kelola kawasan yang semula telah dikenal dengan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Kapopposang., nah ke depan, diperlukan penyesuaian regulasi dan adaptasi kebiasaan baru dari seluruh stakeholders yang terkait,” ujarnya.
Menurutnya, perlu keterlibatan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, perguruan tinggi, LSM serta organisasi2-organisasi profesi yang selama ini berorientasi ke laut dan pariwisata.
“Bisa dibayangkan betapa repotnya pengelola kawasan, Kades dan warga yang sudah sangat familiar dalam hal kepariwisataan, tiba-tiba berubah menjadi area konservasi,” ucapnya.
“Pentahelix pengeolaan dapat menjadi pertimbangan utama dan perekat dalam mengelola kawasan,” tandas Direktur Eksekutif PP IKA Unhas ini.
Editor: K. Azis