“Tiga bulan menjelang kejatuhan Soejharto Aldera mendapatkan berita mengejutkan, Sekjen Akderas Pius Lustrilanang diculik di pintu keluar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, RSCM, pada Senin, 2 Februari 1998.”(Aldera, hal 13)
PELAKITA.ID – Karena Whatsapp sang Anak Rakyat Rudianto Lallo, saya jadi lupa kalau Jumat pukul 2 siang ada pertemuan lain dengan alumni Smansa Makassar di Hotel Teraskita pada waktu yang sama.
“Datang-ki nah,” begitu info ketua DPRD Kota Makassar, juga ketua IKA Unhas Kota Makassar itu. Dia mengabarkan kalau ada bedah buku ALDERA Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999, Tanggung Jawab Moral Pius Lustrilanang.
Sebagai keynote speaker adalah Dr Pius Lustrilanang, M,Si, anggota BPK RI dan pernah jadi anggota DPR-RI setelah sebelumnya gagal di PDI-P dan PAN. Sebagai moderator acara adalah Andi Mangara. Ada nama Prof Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof Amran Razak, Prof Hasnawi UNM dan Akbar Endtra aktivis AMPD pada masanya.
Acara yang didukung DetikSusel. Kompas, Rakyat Sulsel, Koran Sindo, Tribun, SS, Fajar, erita Kota berlangsung di Hotel Claro Mahono Hall, Makassar. 11 November 2022.
Setelah salat Jumat di Tamarunang, saya cus ke Claro. Saya berpapasaran tokoh Ombusdman Sulsel, Muslimin ‘Biring Balang’ B. Putra di selasar hotel sebelum naik ke lantai dua Claro. Raudianto Lallo jua yang menyambut kami.
“Ke siniki kak Kama,” ucapnya seraya menggamit tangan, menuntun ke meja sudut kiri. Di sana sudah ada Moch Hasymi Ibrahim, Syawaluddin Arief, Dr Muhammadiyah dan beberapa kolega.
Tidak lama datang beberapa tokoh. Mereka ada anggota Forum Rektor-Dosen Kota Makassar, Forum Pimpinan Redaksi sekota Makassar, Kepala Daerah seperti Dr Adnan Purichta Ichsan Bupati Gowa, hingga Andi Seto Gadhista Asapa Bupati Sinjai.
Hadir pula Ni’matulah Rahim Bone ketua DPD Demokrat Sulsel, lalu sekelompok aktivis reformasi 1998, aktivis KAHMI, HMI, hingga mahasiswa Unhas dan lainnya.
Saya mencatat beberapa momen, kisah pengalaman dan kuot kuat kala merekam kegiatan bedah buku terkait Aldera dan Pius Lustrilanang sebagai tokoh di dalamnya.
Pertama, datangnya Pius Lustrilanang dengan buku Aldera ini memantik pernyataan tokoh muda Makassar Rudianto Lallo yang menyebut isi buku, substansi dan inspirasi buku Aldera harus disiarkan, harus dikabarkan. Dia pun menegaskan mengapa Aldera bisa menjadi inspirasi untuk demokrasi di Indonesia.
“Reformasi 1998 berhasil menjatuhkan otoritarianisme, kalau ada kekuasaan yang keliru jalannya, yang bisa mengoreksi adalah kekuatan masyarakat,” kata Rudi terkait isi Aldera.
Kedua, Rektor UIN yang sarat pesan filosofis, Prof Hamdan menilai buku Aldera ini seperti membaca Bumi Manusia-nya Pram, Jejak Langkah, Rumah Kaca. “Di situ banyak refleksi sejarah, termasuk ada nama Herbert Feith,” pujinya.
Dia juga mengungkapkan makna kata Aldera dalam Bahasa Galisia adalah perlawanan atau kewaspadaan. “Yaitu mereka yang memiliki kewibawaan, kepemimpinan dan jiwa petualang, Aldera itu adalah Pak Pius,” sebutnya disambut tepuk tangan.
Hamdan juga menilai Pius bisa saja diinspirasi aktivis Latin, Gustavo Guiterres. “Guiterres menyebut bila terjadi konflik sosial, tidak ada jalan lain untuk berpihak pada posisi netral tetapi pada posisi yang tertindas, itu yang dilakukan Aldera,” tegasnya.
Ada pernyataan begini: Pius sudah mendapatkan segalanya, penderitaan, petualangan, pencapaian, Aldera sudah mendapatkan segalanya. Derita diuber-uber, bisa bertahan hidup, dari napas seorang Pius Lustrilanang, Aldera tidak ada dalam posisi nyaman.
Ketiga, peran moderator sekelas Andi Mangara sangat asik memandu proses. Mantap ladde, kata orang-orang.
Dia sungguh berpengalaman dan piawai mengulik senyum, tawa dan rinci. Anasir-anasir, istilah dan tuntunannya pada memori kolektif peserta sangat asik dan apik, terutama pada masa Reformasi.
Keempat, Prof Amran Razak juga tampil memukau saat memberi pandangan. Secara terang-terangan dia juga mengeritik suasana kampus Unhas yang disebutnya ‘terpolitisasi’ bahkan saat jelang pemilihan Rektor.
Akbar Endra, yang tampil sebagai penanggap ketiga setelah Prof Hasnawi dari UNM juga istimewa. Serius, ini bukan golla.
Dia bicara tentang pengalaman memjadi aktivis di Unhas dan membaca bahwa dalam semangat Aldera, ketokohan Pius, lahir dan besar dari persentuhan kampus dengan aktivis LSM seperti Pijar, lalu ada SMID di Jakarta yang juga seperjuangan Aldera dalam menenpatkan keadilan dan demokrasi sebagai muara gerakan.
“Jadi bukan dengan Senat Mahasiswa, saat itu aktivis LSM-lah yang menjadi penggerak aktivis kampus, melalui organisasi pers, jurnalisme, ada LSM Pijar,” tilik founder portal berita Menit Indonesia ini.
Menurutnya, mahasiswa saat itu, bicara tentang kekuasaan, batas kuasa. “Paling lama berkuasa dua kali saja. Itulah yang diingnkan gerakan reformasi membatasi masa kekuasaan,” jelas Akbar.
Bagi Akbar, demokrasi tanpa kebebasan pers tidak akan terwujud. “Dari situ, maka point of no return,” kuncinya.
Kelima, saya kira perhelatan bedah buku ini mengalahkan momen-momen seperti pelantikan organisasi alumni yang sering saya ikuti belakangan ini.
Saya sebut demikian sebab setting, persiapan, proses dan hasilnya sungguh luar biasa. Tata lampu, kombinasi warna lampu, pergelaran tarian, dan tentu saja suasana bedah buku yang penuh letupan ide, informasi dan penilaian penanggap.
“Pak ketua, saya kira bedah buku ini seperti yang jamak di warkop, di kedai kopi atau apa adanya,” ucapku. Dia tersenyum seperti puas atas pelaksanaan bedah buku yang dihadiri ratusan orang dan mengesankan tanpa cacat proses.
“Kami libatkan anak-anak muda di kepanitian, kakak,” kata Rudianto Lallo sembari melihat ke Imran Eka dan beberapa anak muda IKA Unhas Kota Makassar saat ditanya bagaimana dia memimipn kepanitiaan untuk bedah buku yang melibatkan dua organisasi, IKA Unhas Kota Makassar dan Yayasan Anak Rakyat Indonesia.
“Ini mantap tawwa, anak-anak milenials mengurus event keren, ada logo IKA Unhas di sana,” puji Ziaul Haq Nawawi, alumni Perikanan Unhas yang hadir sebaga peserta. Pria yang akrab disapa Cawi itu datang bersama pengusaha madu Trigona, Ridho Al Tundungkury dari Pangkep.
Bisa jadi karena itu pulalah mengapa pengamat komunikasi Unhas, Dr Hasrullah ‘keceplosan’ saat memberi tanggapan pada bedah buku ini.
Dia yang intens menggeledah sisi lain dampak kebijakan dan pembangunan kota Makassar ini bilang: Rudianto Lalloi, Wali Kota Makassar beritkutnya,” kurang lebih begitu ucapnya dan tak pelak disambut tepuk tangan.
Rudi, si Anak Rakyat yang mendapat ucapan ini nampak tersenyum. “Jangan-mi kak, masih lama. Tapi enak tong didengar,” bisiknya sembari menyungging senyum ke Pelakita.ID
Penulis: K. Azis