Mengapa Mulawarman ingin Pak JK diganti? Menurutnya, Pak JK yang sedang menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia kala itu, sama sekali tidak punya waktu untuk mengurus IKA Unhas. Sementara alumni Unhas sudah mencapai ratusan ribu, membutuhkan pengelolaan serius, bukan sekadarnya saja.
PELAKITA.ID – “Ganti JK. Ganti JK,” teriakan Mulawarman sayup-sayup terdengar di berbagai grup Whatsapp, tak lama setelah tersiar khabar kalau Jusuf Kalla ditetapkan kembali sebagai Ketua Umum IKA Unhas, dalam sebuah musyawarah yang dihadiri oleh sejumlah alumni senior Unhas pada 2017 di Makassar.
Apakah Mulawarman membenci Pak JK? Oh, tidak. Tetapi sebaliknya, Pak JK, begitu Jusuf Kalla disapa, justeru adalah tokoh idolanya. Ia memuja Pak JK dengan caranya sendiri, “menghujatnya”. Pokoknya, dalam kaitan dengan IKA Unhas, Pak JK nyaris tidak ada benarnya dalam pandangan Mulawarman.
Mengapa Mulawarman ingin Pak JK diganti? Menurutnya, Pak JK yang sedang menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia kala itu, sama sekali tidak punya waktu untuk mengurus IKA Unhas. Sementara alumni Unhas sudah mencapai ratusan ribu, membutuhkan pengelolaan serius, bukan sekadarnya saja.
Teriakan Mulawarman yang pada awalnya dinilai “kurang ajar” itu, lambat laun mendapat sambutan secara luas dari kalangan alumni. Semula terdengar sayup kemudian berubah makin nyaring, gemanya sampai menembus dinding tembok Istana Wapres.
Tak ayal, Pak JK pun terusik karenanya. Beliau lantas memerintahkan jajarannya di Pengurus Pusat (PP) IKA Unhas untuk mempersiapkan Musyawarah Besar (Mubes) untuk melengserkan dirinya. Namun sebelum itu, Pak JK memerintahkan untuk membenahi AD/ART IKA Unhas terlebih dahulu. Hal ini kembali menegaskan kalau IKA Unhas memang hanya setingkat di atas organisasi arisan.
Masalahnya, selain Mubes, mekanisme apa yang bisa digunakan untuk memperbaiki AD/ART? Kemudian ada yang latah mengusulkan mekanisme Musyawarah Luar Biasa (Mubeslub). Kendati hal itu mengundang pro dan kontra, namun segenap alumni Unhas tetap saja menyambutnya dengan penuh suka cita.
Usai Mubeslub yang diselenggarakan di Jakarta pada 30 Oktober 2021, timbul polemik di kalangan alumni, gegara steering committee (SC) Mubeslub menyisipkan agenda tambahan, yaitu menetapkan Jakarta sebagai tempat pelaksanaan Mubes IKA Unhas. Alumni Unhas yang lebih banyak berdomisili di Makassar menentang dan menginginkan Mubes di Makassar.
Hingga sepekan lamanya, polemik yang terjadi tak reda-reda juga. Bahkan situasi makin gaduh dan melibatkan alumni secara luas.
Sementara itu, Pak JK selaku Ketua Umum PP IKA Unhas, juga tak kunjung bersikap. Akibatnya, polemik makin tajam antara alumni pendukung Mubes Jakarta dan Mubes Makassar.
“Pak JK harus dipaksa segera bersikap,” pikirku.
Kemudian terpikir olehku untuk lebih mendramatisir polemik yang terjadi dengan narasi perpecahan. Saya pun memantiknya dengan sebuah tulisan berjudul, “Alumni Unhas Terpecah,” melalui grup Whatsapp pada 07 November 2021. Benar saja, dalam sekejap, tulisan itu berhasil memantik alumni di seluruh tanah air untuk ikut merespon.
“Kau benar-benar membuat kami semua repot. Seharian saya hanya sibuk memberi klarifikasi,” keluh Andi Ilham Paulangi, salah seorang SC Mubeslub Jakarta, melalui saluran telpon. Bukan hanya itu, bahkan ada yang bilang kalau Pak JK tak urung mereaksi.
Untuk mengesankan bahwa perpecahan itu memang benar-benar terjadi, maka, alumni Unhas kubu Mubes Makassar lantas menginisiasi pembentukan Forum Alumni Unhas (FAU) sebagai wadah perjuangan untuk membawa Mubes IKA Unhas di Makassar.
Untuk mengkonsolidasi perjuangan forum ini agar lebih sinergis, maka dibentuk Dewan Presidium, beranggotakan : Bachrianto Bachtiar, Anshar Rahman, Sawedi Muhammad, Rahmat Sasmito, Sudirman Numba, Arqam Azikin, Akbar Endra, Syahman AT, Rahmansyah, dan penulis sendiri.
Ada banyak nama yang mesti disebut, tetapi ruang yang tersedia tak cukup menyebutnya satu per satu. Namun, sejarah perjuangan forum ini, rasanya tidak lengkap tanpa menyebut seorang Ziaul Haq Nawawi (bersambung).
Makassar, 8 Maret 2022
Penulis adalah alumni Perikanan Unhas (angkatan 1985)