PELAKITA.ID – Fisher Center Bitung memperoleh informasi langsung dari Suwarno, salah seorang awak kapal perikanan yang menjadi korban ‘forced labour’ di atas kapal ikan China bernama Lu Qing Yuan Yu 625.
Laode Hardiani, fasilitator program, SAFE Seas yang mem-backip Fisher Center Bitung membagikan kisah pilu Suwarno, pria asal Bangodua Kabupaten Indramayu Jawa Barat ini untuk diketahui publik.
Menurut Hardiani, Suwarno yang berbekal berijazah SMA ini direkrut oleh salah satu penyalur tenaga kerja di Kota Tegal sebelum terombang-ambing di tengah samudera ketidakpastian.
“Hidupnya terancam di atas kapal ikan, pengembaraannya demi memperoleh hidup layak berujung nestapa. Semoga publik atau Negara bisa peduli dan mau mengantisipasi kisah-kisah seperti ini,” harap Hardiani.
“Dari sisi prosedur, nampaknya dia resmi. Dia diterima dengan melengkapi dokumen ijazah SMA Asli, SKCK Asli, Kartu Keluarga Asli dan akte kelahiran asli. Ini sudah lazim tetapi berita pelarungan mayat dan terkuaknya indikasi kejahatan di atas kapal ikan China itu mengubah segalanya,” imbuhnya.
Berikut cerita Suwarno sebagaimana disampaikan Laode Hardiani kepada Pelakita.ID, 26 Juli 2020.
Kisah Suwarno: suasana sebelum penempatan
Suwarno mendapat informasi perekrutan dari kakak iparnya. “Kakak ipar saya juga sebelumnya sempat mendaftar ke perusahaan tersebut namun tidak jadi berangkat karena sakit. Lalu saya diberi kontak sponsor saya yang di Tegal guna dimintai data,” katanya.
Menurutnya, dokumen yang sudah disiapkan dibawa ke kantor itu pada tanggal 7 Oktober.
“Saya berangkat ke Tegal diantar kakak saya untuk menginap di mess. Setelah seminggu berada di mess, saya diarahkan untuk mengikuti pelatihan Basic Safety Training di Cirebon selama 3 hari dengan BST KLM,” ungkapnya.
Setelah selesai BST selama kurang lebih 1 minggu, Suwarno melakukan medical check lalu membuat paspor.
Dia menunggu panggilan job di mess Tegal selama kurang lebih 1 minggu. Kemudian pada tgl 28 oktober 2019, dia langsung diberangkatkan menuju salah satu perusahaan di Tegal untuk menjalani PKL.
“Sebelumnya tidak ada konfirmasi maupun informasi bahwa kami mau PKL di situ,” katanya.
“Dan pada tanggal 29 Oktober 2019 saya diberangkatkan menggunakan bus menuju Jakarta. Sesampai di jakarta, kami di Jakarta timur selama 1 hari semalam, tepat tanggal 30 September 2019 kami berangkat menuju negara tujuan Singapura,” katanya.
Masa penempatan
“Sampai di Bandara Singapura kami dijemput oleh agen dan diantar menuju pelabuhan yang ada di Singapura. Lalu pendataan kapal dan diantar menuju pelabuhan. Berangkat memakai Tugboat (tongkang) menuju kapal Lu Qing Yuan Yu 625,” ungkapnya.
“Sampai di kapal, kami berangkat menuju lokasi operasi. Selama 12 hari kami sampai,” jelasnya lagi.
Keseharian Suwarno di atas kapal selama operasi adalah bekerja mulai jam 9 malam sampai jam 7 pagi. “Kalau sedang musim ikan atau cumi mulai jam 9 malam sampai jama 3 siang. Saya kerja overtime tidak ada batas waktu dan kurang tidur, betul-betul diperbudak,” ungkapnya.
Dia merasa ada tindak diskriminasi oleh pihak kapal mengenai porsi makan untuk ABK Indonesia dan dibedakan menunya dengan ABK China.
“Kami hanya makan nasi dengan lauk bawang Bombay mentah, dan sisaan lauk orang China. Saya sakit juga tetap dipaksa kerja, minta obat tidak dikasih. Malah dikasih hansaplast lalu kapten ngancam bakal ngomong ke kantor untuk tidak digaji kalau saya tidak bekerja,” ungkapnya.
“Sampai saya terbaring sakit perut, lemas, untung saya masih ada sisaan obat sendiri dari rumah. Alhamdulillah saya bisa bertahan dan bisa kmbali bekerja lagi. Kemudian kami dijanjikan kapten uang bonus,” katanya.
Setelah 6 bulan berlalu dan kapal Lu Qing Yuan Yu 625 selesai target penangkapan, dan sudah waktunya berlabuh di China. “Maka tanggal 1 Mei 2020, kami dipindahkan ke kapal Lu Huang Yuan Yu 115. Di situ kami berkumpul 24 orang. Dari situ, kami tidak ingin kerja karena tidak sesuai perjanjian yang telah disepakati,” papar Suwarno.
Menurutnya, pada 14 Mei 2020, kapal Lu Huang Yuan Yu 115 lego jangkar di sekitar pelabuhan Singapura untuk mengisi BBM.
“Di situ, kami mempublikasikan video pelarungan crew ABK Lu Qing Yuan Yu 623 karena berhubung ada sinyal jaringan,” ungkap Suwarno.
Dibantu Fisher Center dan PPI Sulut
Selang beberapa hari, video tersebut viral dan direspon oleh Ketua DPP PPI Sulut atas nama Anwar Abdul Dalewa dengan rekan anggota PPI Adi Rahmat.
“Kami saling komunikasi di atas kapal, dibantu beliau menghubungi pihak Fisher Center Bitung untuk melaporkan kejadian yang kami alami kepada Kementerian Luar Negeri, Direktorat PWNI dan BHI agar disampaikan ke KJRI Beijing untuk menekan perusahaan kapal agar kami di pulangkan karena agensi kami dari Tiongkok,” tulis Suwarno.
“Setelah itu, kami menunggu dan berjuang, dan pada 25 Mei 2020, kami dipindah kapal ke kapal Lu Huang Yuan Yu 106 karena Kapal Lu Huang Yuan Yu 115 membawa jenazah mandor china (ABK China) untuk segera dipulangkan ke negaranya,” sebutnya lagi.
Itu cerita ABK China. “Sedangkan kami di suruh dipekerjakan lagi diimingi naik gaji dan bonus,” katanya terkait perusahaan yang mempekerjakannya. Termasuk permintaan pihak kapal untuk lanjut operasi kerja ke Perairan Jepang.
“Tapi kami menolak dan minta dipulangkan karena lihat kabar di media direktur, komisaris PT kami sudah ditahan dan disegel,” sebutnya.
“Selain itu, kami juga membuat video permohonan untuk dipulangkan ke tanah air (Indonesia), dan juga dapat direspon oleh pihak KBRI Seoul atas kebijakan pihak KBRI Seoul akhirnya kami diizinkan menuju ke teritorial Korsel,” paparnya.
“Sebelum menuju pelabuhan di Korsel kami dipindahkan ke kapal Lu Huang Yuan Yu 115 pada tanggal 8 Juni 2020 karena berhubung kapal Lu Huang 106 berangkat ke Jepang dan pada 9 Juni 2020, kapal Lu Huang Yuan Yu 115 menuju ke pelabuhan Bussan Korsel,” tambahnya.
“Setiba di Busan, jam 8 pagi kami diperiksa kesehatan terlebih dahulu. Disambut oleh pihak imigrasi dan KBRI Seoul untuk didata dan dibawa ke hotel. Menginap selama 1 hari, pada 10 juni 2020 kami berangkat ke Bandara Seoul menuju Bandara Soekarno-Hatta Jakarta,” lanjut Suwarnao.
Suwarno sampai di tanah air pada pukul 22:00 WIB dan disambut oleh pihak staf Kemenlu dan BP2MI untuk dibawa ke Wisma Atlit dan dikarantina guna mengikuti protokol kesehatan Covid 19.
“Selama 13 hari, kami menjalani karantina di Wisma Atlit Pademangan,” sebutnya.
Setelah dilakukan karantina dan hasil pemeriksaan tidak di temukanya tanda atau gejala Covid 19 serta hasil PCR negatif Covid 19 lalu Suwarno dan kawan-kawannya pada 23 Juni 2020 dirujuk dan dibawa ke RPTC Kemensos RI di Bambu Apus Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
“Terlebih dahulu untuk ditampung, hingga saat ini kami masih dalam proses penyelidikan,” tutupnya.
Sumber informasi: Fisher Center Bitung/Laode Hardiani