Agar lebih baik dan berkelanjutan, SFP dan YKL gelar lokakarya pengelolaan perikanan kakap-kerapu skala kecil

  • Whatsapp
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan memberi sambutan dan membuka lokakarya pengelolaan perikanan kakap-kerapu skala kecil (dok: istimewa)

DPRD Makassar

PELAKITA.ID – Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia atas dukungan organisasi Sustainable Fisheries Partnership (SFP), Kementerian Kelautan Perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Sulsel menggelar Lokakarya Pendahuluan Pengelolaan Perikanan Kakap Kerapu Skala Kecil di Provinsi Sulawesi Selatan di Hotel Aston Makassar, Selasa, 26 April 2022.

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Laut, Nirwan Dessibali, ada beberapa pertimbangan mengapa lokakarya ini dihelat.  “Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 713 merupakan salah satu area penangkapan kakap kerapu yang didominasi oleh nelayan kecil dan mempunyai nilai ekonomis tinggi,” sebutnya.

“Oleh sebab itu, pengelolaan bersama atau biasa disebut co-mangement yang melibatkan semua pihak sangat diperlukan untuk membangun tata kelola yang lebih baik dan melakukan usaha kolektif untuk mengatasi tantangan pada perikanan kakap kerapu skala kecil menuju pengelolaan perikanan yang berkelanjutan,” ungkap Nirwan.

Karena itu pula, Nirwan menyebut diperlukan masukan dan dukungan dari berbagai pihak untuk menginisiasi pengelolaan perikanan kakap kerapu skala kecil melalui pendekatan co-mangement di Provinsi Sulawesi Selatan.

Lokakarya dibuka resmi oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, Ir Sulkaf S. Latief.

“Kegiatan ini sangat penting dan relevan dengan kondisi semakin berkurangnya komoditas eknomis seperti kakap dan kerapu ini,” katanya.

“Dua puluh lima tahun lallu, di perairan Sulsel, ikan kakap kerapu, ikan laccukang – Napoleon  –  sangat  marak, setelah itu semua sudah tidak ada,” katanya.

“Kegiatan lokakarya pendahuluan ini sangat penting untuk kita bersama-sama mengelola perikanan kakap kerapu ini, apalagi sejak adanya konsep perikanan terukur,” jelasnya.

Sulkaf juga menyebut hampir semua produk perikanan mengalami kondisi seperti itu, cenderung menurun.

“Persoalannya bahwa bukan kita yang takut, sebagai produsen, tetapi mereka yang tidak makan ikan seperti itu karena kelangkaan.  Makanya dalam perdagangannya, dia (para pihak) mulai mengatur,” katanya.

Sulkaf yang pernah diundang sebagai peserta pada kegiatan Direktorat Penguatan Daya Saing KKP ini memperoleh informasi kalau di Amerika para buyers tidak mau lagi menerima kakap dan kerapu tanpa sertifikasi dan ramah lingkungan.

“Tanggung jawab kita adalah bagaimana membicarakan normatifnya, seperti apa pengelolaan kakap kerapu menurut versii kita,” ucapnya.

“Perdgangannya diatur dan dengan harapan bisa ditekan eksploitasinya. Kalau dtekan eksploitasinya ikan-ikan bisa berkembang. Sayangnya, perikanan itu terlalu banyak jenis, terlalu banyak statusnya,” katanya. Status yang dimaksud adalah kerentanannya.

Paparan Narasumber

Untuk memperkaya perspektif lokakarya, dihadirkan tiga narasumber dengan topik yang saling melengkapi.

Paparan pertama terkait Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Kakap – Kerapu dan Turunannya Sebagai Upaya Pelestarian Potensi Sumberdaya Perikanan Kakap Kerapu di WPP 713 yang disampaikan oleh Dr. Ferry Sutiawan, Koordinator Direktorat Pengelolaan SDI – DJPT, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dr Ferry memberikan penjelasan mengenai deklinasi potensi perikanan, telah adanya RPP atau Rencana Pengelolaan Perikanan dan disertai Harverst Strategy untuk komoditas utama termasuk kakap kerapu.

“DKP Provinsi memegang peranan penting sebab terkait beberapa aturan boleh tidaknya menangkap ikan kakap kerapu, yang di bawah 30 GT, dan itu mendapat izin dari Pemda Provinsi,” katanya.

Paparan kedua terkait Kondisi Terkini Perikanan Kakap Kerapu di Provinsi Sulawesi Selatan dan Pengembangan Pengelolaan Bersama (Comanagement) Perikanan Kakap Kerapu Berkelanjutan yang disampaikan oleh Andi Agung, S.ST.Pi, Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan.

Andi Agung menceritakan inisiatif Dinas Kelautan dan Perikanan dalam pendataan, pengembangan sistem pemantauan dan dukungan bagi pelaku usaha perikanan tangkap. Seperti membangun sistem informasi tangkapan dan jenis ikan.

Yang juga disinggung adalah gagasan untuk memaksimalkan fungsi dan layanan pelabuhan perikanan di Sulsel yang disebut mencapai 12 sebagai target pendataan dan pengelolaan.

Paparan menarik juga disampaikan oleh Dr. Mohammad Mukhlis Kamal , Direktur Eksekutif Asosiasi Demersal Indonesia (ADII.

Dr Mukhlis menyoroti kontribusi industri dalam usaha menuju pengelolaan perikanan kakap kerapu berkelanjutan dan menjamin ketertelusuran produk perikanan skala kecil serta mendukung pengembangan co-management.

“Berdasrakan data BKIPM tentang ekspor kakap kerapu  2021 ada masa penurunan karena memang dugaan karena pandemi, penerimaan dan mobilitas barang menjadi lebih terbatas. Kakap dan kerapu banyak diekspor di banhyak negara, ke Singapura, dan USA,” katanya.

Mukhlis menjelaskan bahwa ada beberapa lokasi sumber ikan kakap kerapu kita yang belum mengadopsi eco-labelling sehingga perlu intervensi.

Tambahan informasi juga disampaikan oleh peneliti YKL Indonesia, Alief Fachrul Raazy yang menyinggung Potret Perikanan Skala Kecil Kakap-Kerapu di Perairan Kota Makassar dan Sekitarnya. Lalu disusul penjelasan terkait bentuk Dukungan SFP Dalam Pengembangan Comanagement Kakap Kerapu di Sulawesi Selatan dan Rencana Ke Depan oleh Irham Rapy dari Sustainable Fisheries Partnership.

Diskusi berlangsung produktif dimana beberapa peserta berbagi data dan informasi konsisi kakap kerapu di sekitar Kota Makassar, Takalar hingga Selayar.

Pada lokakarya ini mengemuka gagasan pentingnya pemberian pemahaman pada khalayak tentang RPP, Hartvest Strategi, perlu penguatan kelembagaan pengelolaa WPP hingga bentuk aksi yang relevan untuk menggerakkan Komite Pengelola Perikanan yang digagas bersama Pemprov Sulsel, SFP, KKP dan Yayasan Konservasi Laut bersama pemangku kepentingan bisnis yang ada.

Para peserta

Peserta lokakarya ini adalah perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan , Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Mamminasata, Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Pangkep, DKP Pangkep, Takalar, Kota Makassar, Selayar, Sinjai, UPT Pelabuhan Wilayah 2

Selain itu diundang pula PT. Trans Anugerah Mulia, PT. Kemilau Bintang Timur (KBT), PT. Kelola Mina Laut (KML) Makassar, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Institut Teknologi dan Bisnis Maritim Balikdiwa Makassar serta Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia.

Selain peserta luring ada pula peserta daring dari Direktorat Pengelolaan SDI – DJPT, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten di WPP 713 3, Sustainable Fisheries Partnership (SFP). Anggota Asosiasi Demersal Indonesia (ADI), Yayasan LINI, Yayasan Rekam Jejak Nusantara, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Tak ketinggalan, Kepala Satuan Pelabuhan Paotere, Kota Makassar, UPT PPI Beba, Takalar., BKIPM Makassar, Perwakilan Nelayan kakap Kerapu, Perwakilan Pengepul Ikan Kakap-Kerapu, CV. Inti Makmur, PT. Prima Bahari dan Sukses Hasil Alam Nusaindo (SHANINDO).

Christo Hutabarat, dari SFP memberi kesempatan kepada para peserta untuk menyampaikan pandangan, harapan dan bentuk kontribusinya untuk pengelolaan perikanan ini yang kemudian dicatat oleh YKL Indonesia untuk dibawa ke pertemuan berikutnya.

Salah satu yang mengemuka adalah bagaimana komite yang diharapkan itu bisa memenuhi harapan pendataan, pengelolaan kakap kerapu yang praktis dan relevan dengan kapasitas nelayan atau masyarakat pesisir serta perlunya inovasi layanan pemberdayaan ekonomi nelayan di daerah.

Acara berlangsung hingga petang dan diisi dengan acara buku puasa bersama.

 

Penulis: K. Azis

Related posts