“Setiap ummat mempunyai ajal, (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan.” QS. Al-A’raf, ayat 34.
PELAKITA.ID – Senin yang dingin, berita duka itu datang. Grup whatsapp bersahutan menyampaikan kabar duka atas berpulangnya sahabat terkasih Arqam Azikin.
Almarhum berpulang meninggalkan begitu banyak kenangan indah bagi para sahabatnya.
Saya mengenal almarhum di tahun 1990, saat penerimaan mahasiswa baru di Fisip Unhas. Arqam begitu kami menyapanya memiliki pribadi yang unik, misterius tapi mengasikkan.
Sebagai sesama angkatan, kami sering terlibat diskusi kelompok, berdebat mengenai berbagai macam isu.
Kami kadang sepakat dan tidak jarang berbeda pandangan. Keunikan Arqam terlihat dari style-nya yang beda dari sebagian mahasiswa seangkatan.
Tubuhnya yang ceking, rambut sebahu, suara yang lembut tapi pendiriannya sekeras batu cadas. Arqam juga sangat misterius karena pergaulannya sangat luas meski masih berstatus sebagai mahasiswa.
Analisisnya yang tajam dengan tawaran solusi terhadap berbagai isu kebangsaan membuatnya dikenal dan disegani berbagai kalangan terutama dari TNI.
Kami kadang menyangkanya sebagai intel yang menyusup menjadi mahasiswa.
Arqam memiliki pribadi yang sangat asik. Ia adalah seorang penyanyi yang hebat. Suaranya mirip penyanyi terkenal Iwan Fals. Arqam juga hapal hampir semua lagu-lagu Iwan yang dirilis di dekade 90-an.
Saat bernyanyi ekspresinya datar dengan penguasaan panggung seperti penyanyi profesional.
Saya ingat persis di panggung penerimaan Maba angkatan 1990 Fisip, Arqam beberapa kali didaulat untuk menyanyikan lagu “Bento” dan “Kesaksian”.
Ia tampil percaya diri dan memukau pendengarnya.
Semasa kuliah Arqam banyak terlibat di berbagai kegiatan kemahasiswaan. Ia aktif di Kosmik, Senat mahasiswa Fisip, Liga Film dan koran kampus Identitas.
Di pertengahan 90-an saat maraknya mimbar bebas di kampus, kami sering tampil sebagai pembicara dengan berbagai tema sensitif seperti Dwi Fungsi ABRI, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta isu lainnya yang dianggap tabu dibicarakan terbuka seperti suksesi kepemimpinan nasional. Kami seringkali “diinterogasi” oleh intel-intel yang melakukan penyamaran. Tapi para intel itu kemudian menjadi sahabat kita, teman diskusi dan kadang teman curhat.
Dari situlah Arqam kemudian banyak berkenalan dengan perwira tinggi TNI, menjadi parner diskusi, menjalin persahabatan dan akhirnya membuatnya menulis disertasi tentang “Politik Komponen Cadangan Pada Sistem Pertahanan Negara” yang dilulusinya dengan nilai sangat memuaskan pada tanggal 27 Oktober 2020 di Fakultas Hukum Unhas.
Selepas kuliah kami tetap berkomunikasi berkat teknologi blackberry messenger, kemudian whatsapp.
Meski saya berpindah dan tinggal di berbagai kota, kami selalu bertukar kabar.
Arqam selalu menyapa dengan sapaan akrab “Gimana kabarta cess”, “Wed, gimana keluargamu”?
Ia selalu memantau perjalanan karir saya, baik saat bekerja di Jakarta, pindah ke Sorowako dan pada saat saya kerja di Bima, NTB.
Kami kemudian intens bertemu saat saya pindah di Makassar dan mulai mengajar di Unhas. Sejak tinggal di Makassar, kami juga sering hadir dan diundang menjadi pembicara di forum yang sama.
Kalau diskusinya tidak tuntas, kami lanjutkan obrolannya di Rumah Kayu Alauddin.
Ia kemudian mengusulkan untuk dibuat whatsapp group pada tanggal 13 Maret 2021 yang Arqam beri nama “Rumah Kayu Base-Camp” dengan anggota yang hanya beberapa orang saja.
Di rumah kayu inilah kami rutin berdiskusi selama dua tahun terakhir masa hidup almarhum.
Di rumah kayu ini juga kami sering ngobrol sampai larut malam dengan kawan-kawan alumni Fisip baik sesama angkatan maupun lintas angkatan.
Sahabat kami yang duluan berpulang Nuryanto G. Liwang juga sering hadir baik saat almarhum sebagai anggota DPRD Kota maupun saat menjadi Direktur PD. Pasar.
Selama berinteraksi intens bersama almarhum, sangat jarang mengeluh tentang sakit yang dideritanya.
Ia hanya memberi info saat mulai berobat di Jakarta dan bolak-balik ke Kuala Lumpur untuk pengobatan lanjutan.
Meski berbaring sakit, Arqam memiliki semangat yang kuat untuk sembuh. Ia beberapa kali mengirim pesan tentang perkembangan politik di Sulsel dan berharap semoga dinamika politik tersebut berjalan di koridor demokrasi yang sehat.
Di hari senin yang dingin kami semua menyadari bahwa Arqam telah tiada.
Almarhum telah berpulang meninggalkan banyak kenangan yang sulit kami lupakan.
Bagi kami, Arqam tidak hanya seorang teman dan sahabat. Ia adalah keluarga kami di Rumah Kayu Base-Camp. Keluarga kecil tempat almarhum mencurahkan berbagai pandangannya tentang politik, kemanusiaan dan kebangsaan.
Selamat jalan sahabatku. Kami doakan jalanmu di lapangkan. Alfaatihah.
Rumah Kayu Base-Camp, 2 Desember 2024.
Penulis Sawedi Muhammad