PELAKITA.ID – Nelayan skala kecil di Indonesia sangat membutuhkan perhatian pemerintah dan lembaga non-pemerintah, buka hanya pada level pemerintah daerah tapi juga peran pemerintah pusat dan bahkan dunia.
Dalam persaingan usaha antara nelayan skala kecil dan skala besar sangat dipengaruhi oleh interfensi pemerintah dan support system yang sudah terbangun. Dengan melihat berbagai persoalan yang masih dirasakan oleh nelayan skala kecil, mulai dari akses pendidikan, kesehatan dan permodalan, masih sangat membutuhkan pendampingan oleh pemerintah.
Olehnya itu, Tim Merdeka dari Alumni Bekal Pemimpin UID Cohort 2 menginisiasi sebuah prototipe dengan judul Merancang Masa Depan Nelayan Kecil Indonesia (MERDEKA) dengan study kasus dilakukan di Kab. Wakatobi.
Tim kecil ini berkolaborasi dengan penyuluh perikanan di Kab. Wakatobi untuk membangkitkan semangat, berbagi energi positif dan sharing knowledge kepada nelayan skala kecil dan masyarakat perikanan serta pelaku ekosistem perikanan penting lainnya.
Case owner dari MERDEKA adalah Hardin dari Dinas Perikanan Kab. Wakatobi dengan anggota tim dari berbagai lembaga yaitu Simon (The Salvation Army Indonesia Territory), Hasmiati Elbugis (Dosen IAIM Sinjai), Sarah Usman (Dosen Universitas Papua) dan Rafid A. Shidqi (Thresher Shark Indonesia), berkolaborasi dengan penyuluh perikanan Kab. Wakatobi yaitu Esti Hasrawati, Siswanto dan La Ode Arif untuk memperkuat niatan dan holding space.
Prototipe ini sudah berlajan hampir setahun dengan beberapa alasan penting mengambil topik tersebut yaitu melihat eosistem pesisir dan laut yang semakin rusak dan diikuti dengan sumberdaya perikanan yang sudah mulai menurun.
Lalu, pendapatan nelayan skala kecil semakin menurun dengan jarak penangkapan ikan semakin jauh dari daratan utama sehingga mengakibatkan biaya lebih mahal untuk melaut; kecenderungan hasil tangkapan nelayan yang kualitasnya kurang bagus akibat sarana pendukung rantai dingin belum memadai.
Tak hanya itu, ada fenomen kecemburuan atau ketidakpercayaan nelayan terhadap proses pemberian bantuan sarana perikanan dan terjadi konflik antara nelayan lokal sendiri dan antara nelayan lokal dan nelayan luar Wakatobi.
Dengan demikian sehingga perluh merancang sebuah model pengelolaan perikanan berkelanjutan di Wakatobi yaitu Merancang Masa Depan Nelayan Kecil Indonesia melalui platfrom Hub Diplomasi Small Scale Fisheries (Merdeka).
Niatan besarnya adalah Menciptakan Model Kekuatan Baru Ekonomi Sirkular pada Nelayan Skala Kecil di Indonesia Melalui Diplomasi Nelayan Merdeka dengan Tagline: Fish for Life (Prosperity, Freedom, Future). Berharap ruang proses belajar ini tetap berjalan tidak akan berakhir.
Banyak hal yang menjadi pembelajaran bersama ketika melakukan proses sensing dengan nelayan pada 3 kelompok binaan penyuluh perikanan. Pada sensing langsung selalu merasakan apa yang sebenarnya dirasakan oleh nelayan begitupun juga pada saat sensing dengan penyuluh perikanan serta support system lainnya.
Tahapan yang pertama dalam berbagai energi adalah bersama penyuluh perikanan karena merekalah yang sangat dekat dengan nelayan, hampir setiap hari bertemu.
Dengan membangkitkan semangat penyuluh akan menimbulkan energi positif untuk proses pendampingan di lapangan. Tim MERDEKA mencoba berbagi energi dengan penyuluh perikanan untuk menyakinkan niatan mengubah pelaku perikanan lebih baik.
Salah seorang penyuluh perikanan Esti Hasrawati memberi tanggapan. “Saya Merasa dibutuhkan dan diterima dengan hangat dan penuh keceriaan layaknya keluarga Nelayan. Hal ini menjadi pemicu saya untuk tak berhenti belajar mencari peluang dan memotivasi kelompok nelayan untuk terus berkembang dalam memingkatkan keterampilan dan mutu sehingga bisa menjadi lebih produktif, sukses dan mandiri,” terangnya.
“Hal yang selalu saya tanamkan dalam diri adalah saya hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain,” tambahnya.
Proses holding space dalam MERDEKA yang sudah berjalan sejak bulan Agustus tahun 2021 lalu sangat bermanfaat buat semua tim kolaborasi MERDEKA, terutama saya selaku case owner.
Banyak perubahan yang terjadi pada diri sendiri dengan proses yang terjadi walapun tujuan akhir masih butuh waktu untuk dicapai. Temuan baru apa yang didapatkan dan dirasakan selama proses prototyping yaitu dalam mendengarkan dari berbagi support system itu butuh konsentrasi dan fokus untuk mencari benang merah permasalahan, tidak cukup hanya sekali untuk mendengarkan dari 1 sumber tapi harus dari beberapa sumber.
Terkadang kita terbiasa hanyut dalam satu isu tapi ternyata masih muncul lagi isu lanjutannya yang tiada habisnya, sehingga menentukan akar masalah butuh proses dan banyak melakukan analisa, dan berbagi pengetahuan dan informasi dengan sesama adalah bagian dari merasakan kebutuhan orang lain.
Selain itu perubahan yang dirasakan dalam kualitas hubungan dengan para pelaku sistem yaitu saya semakin memahami persoalan yang terjadi dan begitupun para pelaku sistem yang sudah sempat ditemui dan ingin bersama menemukan solusinya.
Kemudian membangun niatan bersama butuh waktu untuk menciptakan pengelolaan perikanan akan tercapai jika semua support sistem saling memahami dan berada dalam satu frekuensi, dengan saling mendengarkan dan diskusi muncul hubungan emosional dan merasa satu kesatuan ekosistem serta merasa nyaman dalam berada pada setiap komunitas dan ruang ekosistem yang berbeda.
Sangat dirasakan juga adalah pergeseran dalam kualitas pemahaman niatan bersama antara pelaku sistem atau rasa memiliki bersama (co-ownership) atas inisiatif prototipe ini dari para pelaku sistem lainnya para pelaku sistem yang sudah sempat di temui dan dilakukan sensing sangat memahami dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi dalam pengelolaan perikanan skala kecil di Wakatobi.
Cerita masa lalu pengalaman dalam melakukan penangkapan ikan menjadi cerminan masa depan dimana selalu ada penyesalan. Namun masih ada niatan besar untuk memperbaiki karean masa depan ditentukan oleh mereka sendiri.
Walaupun masih ada beberapa mitra terkait merasakan ego-sektoral tapi tetap ada niatan dan langkah-langkah untuk mewujudkan tujuan bersama. Namun ada tantangan yang dirasakan selama berproses bersama stakeholders.
Masih belum cukup waktu karena masih ada 4 dari 12 support system yang belum diajak untuk berdiskusi. Dengan mendengarkan dari semua support system akan semakin kelihatan dan utuh mendapatkan titik akupuntur permasalahan perikanan skala kecil di Indonesia dari Wakatobi.
Terkadang dalam melakukan proses bersama juga ada kendali penyesuaian waktu dan kesibukan masing-masing tapi karena selalu ada ruang hati dan niatan yang kuat, selalu ada solusi didapatkan.
Dalam berproses juga butuh sudut pandang selain anggota kelompok untuk melihat situasinya secara lebih kolektif. Dibutuhkan sudut pandang baru karena support system pengelolaan perikanan skala kecil ada pada setiap level pemerintahan dan pengambilan kebijakan dan itu sangat dipengaruhi oleh kesadaran kolektif dan niatan tulus dari semua stakeholders kunci.
Selain itu membuka ruang diskusi dan peran pada semua mitra kunci merupakan langkah baik untuk mendapatkan inovasi baru dalam menciptakan kekuatan ekonomi, sosial dan budaya nelayan skala kecil.
Tak hanya itu tetapi juga membutuhkan dukungan atau keterlibatan pihak lain untuk mencapai perubahan yang diharapkan. Ada 12 Support system harus mampu bersinergis dan harmonis untuk menyatukan niatan dan harapan bersama mewujudkan perikanan berkelanjutan.
Namun hal ini butuh proses dan waktu untuk melakukan perubahan yang diharapkan karena akan ada dinamika sosial, budaya dan ekonomi sehingga semuanya harus bisa beradaptasi dan ini butuh energi positif yang memiliki kekuatan. Semoga tim Merdeka mampu merancang masa nelayan skala kecil Indonesia dari Wakatobi.
Keberhasilan prototipe ini membutuhkan support dari berbagai pihak yaitu link komunikasi dengan jejaring usaha perikanan nasional untuk membantu peningkatan pemasaran hasil perikanan. Membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan lanjutan dilapangan dan melakukan forum-forum stakeholders kunci serta dokumentasi dalam SSF Hub.
Peningkatan SDM nelayan skala kecil khusunya pada penerapan sertifikasi kelayakan tangkap dan pengolahn hasil ikan. Peningkatan SDM bagi penyuluh perikanan dalam mendorong usaha perikanan lebih produktif dan berkelanjutan. Pendampingan dan penyuluhan berkelanjutan ke kelompok nelayan untuk mewujudkan masa depan.
Untuk melanjutkan proses ke depan yang akan dilakukan bersama tim kolaborasi MERDEKA dan menjadi harapan yaitu memperkuat jejaring kemitraan nelayan skala kecil, bukan hanya jejaring usaha produktif tapi juga pengembangan SDM nelayan dan penyuluh perikanan. Memperkenalkan model pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui Hub SSF dan forum diskusi lokal, provinsi dan nasional serta internasional.
Membuka kolaborasi dengan semua support system melalui forum Pokja Perikanan Berkelanjutan Kab. Wakatobi dalam bentuk pertemuan rutin/reguler. Memperkuat posisi penyuluh perikanan dalam menjadi mitra belajar dan sharing dengan nelayan untuk peningkatan SDM nelayan.
Melakukan advokasi kepada para pemangku kepentingan untuk bersama menciptakan semangat baru bagi para nelayan skala kecil dalam wewujudkan pengelolaan perikanan berkelanjutan, berkeadilan dan berkearifan lokal di Indonesia.
Hardin, Case Owner, Alumni Bekal Pemimpin Cohort 2
Kepala Bidang Perizinan Dan Pengeloaan Tpi Dinas Perikanan Kab. Wakatobi
Direktur Advokasi Dan Pendampingan Kelautan Dan Perikanan, Pusat Kajian Dan Pemberdayaan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan (Pusaran KP) Indonesia