Seseorang yang sudah tidak menduduki jabatan itu, maka ia tidak lagi boleh dipanggil dengan jabatan itu.
PELAKITA.ID – Di masa lalu, profil profesor identik dengan usia senja, sebab profesor biasanya diraih oleh seorang akademisi di kala usia sudah senja. Kini keadaan itu telah berubah, profesor tidak lagi terkait dengan kesenjaan usia akan tetapi seseorang mendapat sebutan profesor berdasarkan hasil telaah kualifikasi dan prestasi akademiknya.
Bermula dari hak Istimewa di beberapa negara Eropa Barat, julukan profesor digunakan untuk menyebut orang-orang yang ahli di bidang agama. Profesor berasal dari bahasa Latin yaitu profiteor yg memiliki arti “untuk berbicara di depan” atau “untuk mengakui sebuah klaim.”
Pada pertengahan abad ke-14, kata profess digunakan oleh pelayan gereja di Inggris saat menyatakan sumpah keagamaan. Artikel dalam sebuah Journal of Academic Freedom menyebutkan, evolusi profesor dari gelar pemuka agama menjadi gelar akademik baru terjadi pada kurun 1540-an.
Adalah Raja Henry VIII dari Inggris kala itu mendirikan sebuah dewan dengan profesor masing-masing membawahi bidang khusus, yaitu keagamaan, hukum sipil, kedokteran, bahasa Ibrani dan Yunani.
Gelar profesor pada masa itu dipilih dan diangkat oleh raja. Sistem pengangkatan profesor mulai direformasi oleh William Carstares kala itu sebagai kepala Universitas Edinburgh pada permulaan abad ke-18. Di tangannya, gelar profesor berubah menjadi peringkat tertinggi yang diberikan kepada akademisi berpengalaman di satu bidang keilmuan.
Di Indonesia, peraturan resmi yang mengatur pengukuhan profesor pertama kali disahkan pada 1962.
Calon profesor pada waktu itu hanya disyaratkan berpendidikan sarjana S1 dan pengangkatannya melalui persetujuan presiden dengan sebuah pertimbangan tetentu. Akibatnya, seorang akademisi sebagian besar meraih jabatan profesor setelah tua dan cukup lama mengabdi sebagai akademisi.
Keberadaan Guru Besar atau Profesor pada sebuah Perguruan Tinggi akan mencerminkan salah satu tingkat kemajuan dan wibawa PT tersebut karena menjadi profesor tidak mudah berkat rangkaian persyaratan, panjang dan kompleks.
Di luar negeri, Jepang misalnya, professor hanya disematkan selama seseorang masih berkontribusi di kampus. Pangkat awal akademik dimulai dengan Assistant Professor. Begitu direkrut bekerja di sebuah kampus, asisten profesor akan dievaluasi setiap tahun selama enam sampai tujuh tahun berturut-turut untuk mencapai jenjang selanjutnya yaitu sebagai Associate Professor.
Ia akan dipersyaratkan memperlihatkan kualifikasi, kemampuan membimbing, meneliti, menerbitkan makalah ilmiah dan kualifikasi khusus yang dimilikinya dalam bidang ilmu yang digelutinya.
Jika tenggang waktu yang telah ditentukan ia tak mampu memenuhi persyaratan maka kontrak kerjanya habis pada tahun berikutnya dan tertutup baginya di Perguruan Tinggi tersebut.
Seorang tenaga akademik berstatus dosen tetap ketika Ia mencapai pangkat Associate Professor dan Ia terus dituntut untuk meningkatkan penelitian dan pengabdiannya pada kampus dan masyarakat. Jika hasil evaluasi baik, maka bisa meningkat menjadi profesor penuh.
Di tengah masyarakat kita, bahkan di lingkungan lembaga pendidikan sekalipun, masih ada yg menganggap “profesor” adalah gelar.
Jelas kiranya, bahwa kemurnian makna atau hakikat Profesor bukanlah gelar akademik tetapi adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang mengajar di lingkungan PT yang diakui pemerintah dan masyarakat sesuai UU no. 20 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jabatan professor itu sama seperti jabatan rektor, dekan, direktur, kepala lab dan sebagainya.
Seseorang yang sudah tidak menduduki jabatan itu, maka ia tidak lagi boleh dipanggil dengan jabatan itu. Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi dan paling prestisius karena merupakan jabatan paling tinggi di ruang lingkup profesi dosen pada satuan pendidikan tinggi yg mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
Menduduki jabatan Profesor tentu tidak hanya dihadapkan pada banyak hak istimewa seperti tunjangan menarik. Namun juga tanggung jawab yang besar, utamanya adalah memimpin pengembangan ilmu pengetahuan sesuai bidang keilmuan yang dikuasai di perguruan tinggi tempatnya mengabdi, serta melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Baraya 14 September 2021